Saat berdiskusi mengenai masalah-masalah itu, lanjut dia, mahasiswa
belajar melihat kegiatan sehari-hari. Mereka lalu diminta menganalisa,
misalnya kebijakan apa yang harus diambil ketika menjadi seorang
direktur atau manajer di sebuah perusahaan multinational cooperation
(MNC)
KOMPAS.com — Selama ini, memang, stereotipe yang muncul pada sistem pendidikan online adalah jauh tertinggal dibandingkan sistem pembelajaran kelas konvensional atau tatap muka. Bahkan, metode online dianggap "kelas kacangan".
"Banyak yang melihat kalau sistem pendidikan online itu low quality alias kacangan. Nah, stereotipe itulah yang harus kami edukasi ke masyarakat," kata Program Director MM Executive BINUS Business School, Tubagus Hanafi Soeriaatmadja, saat berbincang dengan Kompas.com di Jakarta, akhir Januari lalu.
Hanafi berpijak pada sebuah survei di salah satu universitas di Amerika Serikat yang menyebutkan, jika murid kelas konvensional dengan murid kelas online diuji bersama-sama, maka ditemukan hasil sebanyak 90-100 persen siswa kelas online memperoleh nilai di atas C dan hanya 60 persen siswa kelas konvensional yang mendapatkan nilai di atas C.
Berdasarkan survei itu, siswa kelas online terbukti memiliki banyak keunggulan (Baca: Mengapa Siswa Kelas "Online" Lebih Unggul dari Kelas Konvensional?). Semua materi dan diskusi mengenai pembelajaran dapat diulang kembali.
Sistem ini jelas berbeda dengan kelas konvensional, di mana siswa harus mencatat. Apabila lupa mencatat, maka materi yang diberikan ke siswa hanya "masuk telinga kanan, keluar telinga kiri".
"Karena itulah, BINUS Business School meluncurkan program kuliah berbasis teknologi, yaitu MM Online. MM Online ini merupakan program Master in Management atau MM yang sebagian besar proses belajar mengajarnya menggunakan teknologi atau online," kata Hanafi.
Hanafi menjelaskan bahwa program sudah mulai diuji coba pada Desember 2013 dan mulai aktif dijalankan pada Februari 2014 ini memiliki beberapa target pencapaian. Ia melihat terbentuknya MM Online ini sebagai sebuah tantangan sekaligus peluang.
"Salah satunya itu tadi, untuk menghapus stereotipe masyarakat mengenai sistem pendidikan online dan mahasiswanya yang jauh tertinggal dengan mahasiswa kelas konvensional. Padahal sebaliknya, mereka lebih unggul," kata Hanafi.
Analitikal dan kreativitas
Sistem ini jelas berbeda dengan kelas konvensional, dimana siswa harus
mencatat. Apabila lupa mencatat, maka materi yang diberikan ke siswa
hanya
"Hampir semua universitas ternama di dunia saat ini telah masuk atau beralih menggunakan sistem online. Kualitas pendidikan tetap terjaga, hanya saja metode perkuliahannya yang diubah. Melalui sistem online itu, pihak penyelenggara pendidikan juga bisa membuka jaringan seluas-luasnya kepada mahasiswa dari satu kota dengan kota lain, bahkan dengan negara lainnya," lanjut Hanafi.
Upaya menyelenggarakan MM Online di BINUS Business School ini, misalnya. Universitas Bina Nusantara (Binus University) selama empat tahun ini telah serius mengembangkan metode perkuliahan secara online, terutama untuk jenjang sarjana (S-1). Berbekal pengalaman itu, lanjut Hanafi, dapat disimpulkan bahwa apabila seorang siswa mampu belajar menggunakan teknologi tinggi, maka hal itu akan menumbuhkan rasa percaya diri yang besar di dalam dirinya.
"Dari survei yang kami dapatkan itu, kami semakin yakin bahwa sistem online semakin unggul. Maka, tugas kami sekarang adalah menyosialisasikan ke masyarakat bahwa edukasi dengan sistem online itu sama dengan edukasi yang telah ada sebelumnya. Bahkan memiliki kemungkinan menghasilkan nilai lebih bagus dibandingkan dengan kelas face to face," ujar Hanafi.
Hanafi memaparkan, ada dua pendekatan yang dilakukan oleh pihak universitas untuk menjalankan metode MM Online ini. Pendekatan pertama adalah pendekatan kemampuan analitikal situasi dan pendekatan kreativitas (MM Online... Sedikit Tatap Muka, Kualitas Belajar Tetap Canggih!).
"Bicara mengenai pendekatan analitikal, kami menerapkannya dengan menggunakan studi kasus yang ada di sekitar kita. Misalnya, studi kasus marketing Indonesia, seperti Coca-Cola, Indosat, maupun Astra," kata Hanafi.
Saat berdiskusi mengenai masalah-masalah itu, lanjut dia, mahasiswa belajar melihat kegiatan sehari-hari. Mereka lalu diminta menganalisis, misalnya, kebijakan apa yang harus diambil ketika menjadi seorang direktur atau manajer di sebuah perusahaan multinational cooperation (MNC) sekelas instansi-instansi tadi.
"Sementara dalam pendekatan kreativitas, mahasiswa akan dipaksa membuat sebuah proyek yang akan menonjolkan daya juang mereka, kreativitas mereka. Selain menggunakan powerpoint, mahasiswa diwajibkan membeli buku referensi atau pegangan sepanjang kuliah," tutur Hanafi.
Melalui MM Online ini, Hanafi juga berharap dapat menambah aksesibilitas perusahaan atau industri terhadap pendidikan. Dengan sistem online, mahasiswa tak lagi akan memusingkan jadwal kuliah maupun kondisi jalan macet yang selalu mendera Jakarta.
"Untuk tahap pertama, program MM Online masih menggunakan bahasa Indonesia dan terfokus pada marketing di Indonesia. Ke depannya, perkuliahan di MM Online menggunakan bahasa Inggris yang aktif. Kami juga membuka kesempatan mahasiswa asing untuk mendapat gelar master bisnis di Indonesia," ujarnya.
Hanafi mengaku, keberadaan Binus University di Indonesia saat ini tidak hanya sebagai pasar bagi para mahasiswa lokal, tetapi juga bagi para mahasiswa internasional. Dia bilang, pertumbuhan yang menarik dari bisnis asing itu ada di Indonesia.
"Selain mahasiswanya akan mendapat gelar, mereka juga akan memiliki network dan efektif berbisnis di sini," pungkas Hanafi.
KOMPAS.com — Selama ini, memang, stereotipe yang muncul pada sistem pendidikan online adalah jauh tertinggal dibandingkan sistem pembelajaran kelas konvensional atau tatap muka. Bahkan, metode online dianggap "kelas kacangan".
"Banyak yang melihat kalau sistem pendidikan online itu low quality alias kacangan. Nah, stereotipe itulah yang harus kami edukasi ke masyarakat," kata Program Director MM Executive BINUS Business School, Tubagus Hanafi Soeriaatmadja, saat berbincang dengan Kompas.com di Jakarta, akhir Januari lalu.
Hanafi berpijak pada sebuah survei di salah satu universitas di Amerika Serikat yang menyebutkan, jika murid kelas konvensional dengan murid kelas online diuji bersama-sama, maka ditemukan hasil sebanyak 90-100 persen siswa kelas online memperoleh nilai di atas C dan hanya 60 persen siswa kelas konvensional yang mendapatkan nilai di atas C.
Berdasarkan survei itu, siswa kelas online terbukti memiliki banyak keunggulan (Baca: Mengapa Siswa Kelas "Online" Lebih Unggul dari Kelas Konvensional?). Semua materi dan diskusi mengenai pembelajaran dapat diulang kembali.
Sistem ini jelas berbeda dengan kelas konvensional, di mana siswa harus mencatat. Apabila lupa mencatat, maka materi yang diberikan ke siswa hanya "masuk telinga kanan, keluar telinga kiri".
"Karena itulah, BINUS Business School meluncurkan program kuliah berbasis teknologi, yaitu MM Online. MM Online ini merupakan program Master in Management atau MM yang sebagian besar proses belajar mengajarnya menggunakan teknologi atau online," kata Hanafi.
Hanafi menjelaskan bahwa program sudah mulai diuji coba pada Desember 2013 dan mulai aktif dijalankan pada Februari 2014 ini memiliki beberapa target pencapaian. Ia melihat terbentuknya MM Online ini sebagai sebuah tantangan sekaligus peluang.
"Salah satunya itu tadi, untuk menghapus stereotipe masyarakat mengenai sistem pendidikan online dan mahasiswanya yang jauh tertinggal dengan mahasiswa kelas konvensional. Padahal sebaliknya, mereka lebih unggul," kata Hanafi.
"Hampir semua universitas ternama di dunia saat ini telah masuk atau beralih menggunakan sistem online. Kualitas pendidikan tetap terjaga, hanya saja metode perkuliahannya yang diubah. Melalui sistem online itu, pihak penyelenggara pendidikan juga bisa membuka jaringan seluas-luasnya kepada mahasiswa dari satu kota dengan kota lain, bahkan dengan negara lainnya," lanjut Hanafi.
Upaya menyelenggarakan MM Online di BINUS Business School ini, misalnya. Universitas Bina Nusantara (Binus University) selama empat tahun ini telah serius mengembangkan metode perkuliahan secara online, terutama untuk jenjang sarjana (S-1). Berbekal pengalaman itu, lanjut Hanafi, dapat disimpulkan bahwa apabila seorang siswa mampu belajar menggunakan teknologi tinggi, maka hal itu akan menumbuhkan rasa percaya diri yang besar di dalam dirinya.
"Dari survei yang kami dapatkan itu, kami semakin yakin bahwa sistem online semakin unggul. Maka, tugas kami sekarang adalah menyosialisasikan ke masyarakat bahwa edukasi dengan sistem online itu sama dengan edukasi yang telah ada sebelumnya. Bahkan memiliki kemungkinan menghasilkan nilai lebih bagus dibandingkan dengan kelas face to face," ujar Hanafi.
Hanafi memaparkan, ada dua pendekatan yang dilakukan oleh pihak universitas untuk menjalankan metode MM Online ini. Pendekatan pertama adalah pendekatan kemampuan analitikal situasi dan pendekatan kreativitas (MM Online... Sedikit Tatap Muka, Kualitas Belajar Tetap Canggih!).
"Bicara mengenai pendekatan analitikal, kami menerapkannya dengan menggunakan studi kasus yang ada di sekitar kita. Misalnya, studi kasus marketing Indonesia, seperti Coca-Cola, Indosat, maupun Astra," kata Hanafi.
Saat berdiskusi mengenai masalah-masalah itu, lanjut dia, mahasiswa belajar melihat kegiatan sehari-hari. Mereka lalu diminta menganalisis, misalnya, kebijakan apa yang harus diambil ketika menjadi seorang direktur atau manajer di sebuah perusahaan multinational cooperation (MNC) sekelas instansi-instansi tadi.
"Sementara dalam pendekatan kreativitas, mahasiswa akan dipaksa membuat sebuah proyek yang akan menonjolkan daya juang mereka, kreativitas mereka. Selain menggunakan powerpoint, mahasiswa diwajibkan membeli buku referensi atau pegangan sepanjang kuliah," tutur Hanafi.
Melalui MM Online ini, Hanafi juga berharap dapat menambah aksesibilitas perusahaan atau industri terhadap pendidikan. Dengan sistem online, mahasiswa tak lagi akan memusingkan jadwal kuliah maupun kondisi jalan macet yang selalu mendera Jakarta.
"Untuk tahap pertama, program MM Online masih menggunakan bahasa Indonesia dan terfokus pada marketing di Indonesia. Ke depannya, perkuliahan di MM Online menggunakan bahasa Inggris yang aktif. Kami juga membuka kesempatan mahasiswa asing untuk mendapat gelar master bisnis di Indonesia," ujarnya.
Hanafi mengaku, keberadaan Binus University di Indonesia saat ini tidak hanya sebagai pasar bagi para mahasiswa lokal, tetapi juga bagi para mahasiswa internasional. Dia bilang, pertumbuhan yang menarik dari bisnis asing itu ada di Indonesia.
"Selain mahasiswanya akan mendapat gelar, mereka juga akan memiliki network dan efektif berbisnis di sini," pungkas Hanafi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar