Minggu, 19 Juni 2011

JAKARTA TOWER (Menara jakarta)

Menara Jakarta adalah sebuah menara baru yang akan dibangun di ibu kota Jakarta, Indonesia, di area Bandar Baru Kemayoran. Menara ini setinggi 558 meter dan direncanakan akan selesai pada tahun 2012.[1] Pada saat selesainya pembangunan, gedung ini akan masuk kedalam jajaran gedung-gedung tertinggi di dunia.

Sejarah dan pembangunan saat ini

Menara Jakarta merupakan proyek besar yang dimulai pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang digagas sejak tahun 1995. Menara ini dimaksudkan untuk menjadi salah satu gedung tertinggi di dunia.

] Sayembara desain (1996-1997)

Pembangunan menara itu pada awalnya dikembangkan oleh trio usahawan besar, yakni Sudwikatmono, Prajogo Pangestu, dan Henry Pribadi, melalui PT Indocitra Graha Bawana. Biayanya diperkirakan sekitar 400 juta dollar AS (waktu itu masih sekitar Rp 900 miliar).
Semula, Menara Jakarta akan dibangun di area Kuningan, tetapi Soerjadi Soedirdja, Gubernur DKI Jakarta waktu itu, tidak setuju, dan mengusulkan untuk membangunnya di daerah Kemayoran yang pertumbuhannya masih sulit.
Perusahaan-perusahaan desain arsitektur kaliber internasional diundang berpartisipasi dalam sebuah sayembara desain arsitektur untuk gedung tersebut. Ketentuan sayembara tersebut adalah bahwa gedung tersebut harus mengandung lambang Trilogi Pembangunan, Pancasila, dan 17 Agustus (hari kemerdekaan Republik Indonesia). Desain dan maket menara itu diperlihatkan kepada Mensesneg (waktu itu) Moerdiono selaku Ketua Badan Pengelola dan Pengembangan Bandar Baru Kemayoran di Sekretariat Negara.
Pada tahun 1996, Sayembara tersebut dimenangkan oleh Murphi/Iohn dari Amerika Serikat. Hanya saja, karena desain ini terlalu mahal untuk dikembangkan, maka pemerintah memilih desain dari pemenang kedua yakni East Chine Architecture Design & Research Institute (ECADI), yang juga membangun Shanghai Oriental Pearl Tower di China. Desain ECADI ini dipilih karena para juri menganggap desainnya sederhana dan masih bernuansa Asia.
Peresmian pembangunan dilakukan pada tahun 1997 oleh Gubernur Jakarta Soerjadi Soedirdja dan Mensesneg Moerdiono setelah disetujui oleh Presiden Soeharto di Bina Graha, Jakarta. Presiden Soeharto mengusulkan agar nama Menara Jakarta diganti menjadi Menara Trilogi.
Pembangunan Menara Trilogi mulai dilaksanakan tahun 1997. Karena anggaran membesar, pengembang mulai mencari suntikan dana dari investor asing. Total dana yang dibutuhkan menjadi sekitar 560 juta dollar AS (waktu itu sekitar Rp 1,2 triliun). Pihak asing ditargetkan memiliki sebagian saham dan sebagian lagi dimiliki pengembang dalam negeri.

Krisis ekonomi (1997)

Ketika terjadi krisis ekonomi di Asia pada tahun 1997, industri properti Indonesia pun jatuh sehingga banyak sekali proyek konstruksi yang ditunda maupun dibatalkan, termasuk Menara Trilogi. Dengan dihentikannya pembangunan Menara ini, beton-beton yang sudah ditanam dibiarkan mangkrak dan area tersebut menjadi genangan air yang luas.

Kelanjutan proyek Menara Jakarta (mulai 2003)

Setelah perekonomian Indonesia mulai bangkit kembali, Pemerintah Jakarta tetap akan meneruskan pembangunan Menara tersebut dengan kembali menyebut nama Menara Jakarta. Menara Jakarta pun dilanjutkan pada tahun 2003 melalui sebuah konsorsium baru, yakni PT Persada Japa Pamudja (PJP) yang terdiri dari para pengusaha besar nasional.
Peresmian pembangunan menara yang diproyeksikan menjadi menara tertinggi di dunia itu dilakukan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Bambang Kesowo dan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso pada tanggal 15 April 2004.
Menurut Presiden Komisaris PT Prasada Japa Pamudja (pengembang sekarang dari Menara Jakarta), yakni Abraham Alex Tanuseputra, Menara ini akan menjadi proyek besar dan merupakan eksistensi untuk menunjukkan kemampuan dan peradaban bangsa Indonesia guna mampu sejajar dengan bangsa lainnya di dunia, serta dibangun oleh putra putri bangsa Indonesia.
Pembangunan menara akan terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama pembangunan ruang podium 17 lantai yang direncanakan selesai pada tahun 2008/2009. Bagian kedua adalah pembangunan tower yang diprediksikan akan selesai pada tahun 2010-2011.

Rancangan

Menara Jakarta dirancang dan disupervisi oleh desainer konstruksi Prof DR Wiratman Wangsadinata.[2]

Visi pembangunan

 

Direktur Proyek Menara Jakarta, Roesdiman Soegiarso mengatakan, visi pembangunan Menara Jakarta adalah "Sentra Gaya Hidup".
Menurutnya, "Sentra Gaya Hidup" merupakan impian dan konsep Menara Jakarta yang mengedepankan sebagai tempat yang memberi semangat hidup, pengembangan dan pusat teknologi, hiburan, pendidikan pariwisata dan perdagangan untuk menghadapi abad ke-21.

Dimensi menara


Menara Jakarta akan dibangun di area seluas 306.810 meter persegi. Gedungnya sendiri akan seluas 40.550 meter persegi dengan tinggi 558 meter.
Seperti desain awalnya pada tahun 1997, dalam pembangunan yang baru ini, menara tetap memiliki tiga kaki yang akan menjulang hingga ketinggian 500 meter. Masing-masing kaki berbentuk silinder, berdiameter 13,2 meter. Dua di antaranya berisi masing-masing tiga lift dengan kecepatan 7 meter per detik. Kaki ketiga berisi delapan lift khusus untuk pengunjung. Pada gedung ini terdapat 10 unit elevator/lift.
Selain itu, pada bagian bawahnya, menara itu diikat lagi dengan cincin beton berdiameter 40 meter dengan tinggi 15 meter. Untuk lebih menstabilkannya, menara tertancap dengan fondasi berdiameter 80 meter sampai kedalaman 58 meter di bawah tanah.
Menurut pengembang, Menara Jakarta akan menyerap 20.000 lebih tenaga kerja selama pembangunan, dan lebih dari 40.000 tenaga kerja setelah gedung difungsikan.

Fasilitas

Menara Jakarta rencananya akan dilengkapi dengan fasilitas:
  • Tempat parkir seluas 144.000 meter persegi
  • Gedung podium setinggi 17 lantai.
  • Lift yang mencapai puncak menara
  • Restoran berputar
  • Mal besar
  • Kafe
  • Taman hiburan
  • Museum sejarah Indonesia
  • Hotel
  • Ruang serba guna/konferensi yang bisa menampung sepuluh ribu pengunjung
  • Ruang-ruang perkantoran seluas 8.000 meter persegi
  • Pusat pameran
  • Pusat pendidikan dan pelatihan
  • Pusat multimedia disertai pemancar siaran radio dan televisi
  • Pusat perdagangan dan bisnis
  • Pusat olah raga
Diperkirakan, sebanyak 4-6 juta pengunjung setiap tahunnya akan mengunjungi Menara Jakarta.

Fakta Lainnya

Jika menara itu selesai dikerjakan tahun 2010 atau 2011, dengan ketinggian 558 meter, ia akan menjadi bangunan menara (namun bukan gedung) tertinggi di dunia, mengalahkan ketinggian:
Sebagai pembanding, tinggi Tugu Monas Jakarta hanya 137 meter. Dengan demikian, Menara Jakarta akan memiliki tinggi sekitar 4 kali tinggi Tugu Monas.
Setelah melewati seluruh masa pembangunannya, Menara Jakarta akan menjadi gedung tertinggi di belahan bumi bagian selatan. Rekor ini saat ini dipegang oleh gedung residensial Q1 dengan ketinggian 344 meter yang terletak di Surfers Paradise, Gold Coast, Australia.

Biaya

Biaya pembangunan megaproyek ini diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,4 triliun pada awalnya dan membengkak menjadi hampir Rp 2,7 triliun setelah kenaikan harga baja dunia.
Menurut direktur PT Prasada Japa Pamudja, Ferry Sangeroki, pihak-pihak yang terlibat dalam proyek ini adalah "lebih dari seratus perusahaan dan individu". Ia mengatakan bahwa proyek tersebut dibiayai melalui tiga jalur: partisipasi modal (Rp 400 miliar), pinjaman sindikasi (Rp 600-800 miliar), dan penjualan pra-proyek (sekitar Rp 1,3 triliun).
Menurut desainer Menara Jakarta, Prof Dr Wiratman Wangsadinata, dalam perkiraan tahun 2009 biaya yang dibutuhkan untuk membangun menara ini mencapai Rp 5 triliun.[2]

Kontroversi

Kesenjangan sosial dan ekonomi

Pada tahun 1995-1997, Menara Trilogi menjadi bahan kecaman terutama adalah dana serta fungsi Menara tersebut di tengah kesenjangan sosial dan ekonomi yang masih membentang. Theo Syafei, bekas Pangdam Udayana, mengatakan, "Lebih baik dana sebesar itu digunakan untuk pembangunan kawasan Timur Indonesia." Karena itu, menara ini mulai dikenal pula dengan sebutan "Menara Kesenjangan". Koran The Jakarta Post menyebutnya sebagai "tower of indifference" (menara ketidakpedulian). Beberapa anggota DPR menyebutnya proyek "mercusuar", suatu penamaan terhadap proyek-proyek di zaman Bung Karno yang dianggap (terutama oleh pendukung Orde Baru) sebagai proyek untuk pamer ke dunia luar, tanpa manfaat yang jelas bagi rakyat.
Sudwikatmono sebagai pemilik proyek ini di masa itu, membantah jika menaranya disebut proyek mercusuar. Alasannya, tidak seperti Monas yang dibangun pemerintah, Menara Trilogi ini murni dibuat oleh swasta. Mensesneg Moerdiono menanggapi mengenai kesenjangan sosial yang ironi dengan proyek ini hanya menerangkan manfaat teknis bagi dunia arsitektur, konstruksi, dan dunia penyiaran radio dan televisi. Rencananya, pucuk menara memang bakal dijadikan pacak antena radio dan televisi.


Dari Wikipedia bahasa Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar