Selasa, 14 Juni 2011

SANG PENANGKAP PETIR

Kisah ini terjadi pada jaman ketika Sultan Demak
Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore
sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang
mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung,
pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang
benar – benar hujan lebat turun. Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari
pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki
Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu
menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar ….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng.
Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak
gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan
diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar
genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu
diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak.
Kanjeng Sunan Demak –sang Wali Allah– makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau
pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki
Ageng Selo tidak boleh diberi air. Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang – perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil
tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah
seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup)
yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang
yang ingin melihat petirnya Ki Ageng. Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air
dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir
itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh
ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata,
wanita intuder pembawa bathok tersebut adalah
“petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun
berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar